Rabu, 10 Februari 2010

Sebuah Permulaan

Malang, 01.02.10

Sepertinya sekaranglah waktu yang cukup tepat bagi saya untuk mulai menulis. Selain karena minat menulis yang tiba-tiba muncul, tampaknya sayang jika terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur. Memang beberapa hari terakhir ini tidur terasa begitu lelapnya. Pikiran terasa begitu tenangnya. Sepertinya sudah hampir satu tahun saya tidak merasakan hal ini. Skripsi yang hampir dua semester belum selesai rupanya telah berhasil memetamorfosiskan ketenangan menjadi “ketakutan”.

1 Pebruari 2010 mungkin menjadi salah satu titik tolak yang baik bagi saya. Skripsi (akhirnya) selesai. Dan saya pun lulus. Tampaknya Tuhan sudah mulai meng-antiklimaks-kan plot perjalanan skripsi saya. Namun lulus bukanlah akhir pencapaian. Justru inilah awal yang sebenarnya. Saya yakin, Tuhan sudah menyiapkan skenario selanjutnya. Dan apapun itu, saya HARUS siap “bermain”.

Ah, sepertinya kurang enak jika pada posting pertama ini saya membicarakan skenario Tuhan tentang hidup. Topik yang terdengar cukup berat. Biarkan saya menenangkan pikiran sejenak. Oke, mari ganti topik pembicaraan. Membahas tentang nama blog ini sepertinya menyenangkan: SYNNEFO.

Ternyata mencari sebuah nama merupakan hal yang cukup sulit dan membingungkan. Akhirnya pilihan saya jatuh pada SYNNEFO. Dalam bahasa Yunani, synnevo berarti AWAN. Nama harus bisa merepresentasikan filsafat yang ingin disampaikan. Walaupun agak dipaksakan, begini filsafat saya:


Awan itu menyenangkan. Dia sangat berbeda dengan panas atau hujan yang disukai orang pada kondisi-kondisi tertentu saja. Saya merasa senang jika panas saat menjemur pakaian, dan merasa sebaliknya jika hujan tiba-tiba turun. Tapi, suatu saat saya akan merasa senang saat hujan turun jika panas terlalu menyengat.

Awan itu universal. Dia bisa muncul saat panas, dan dia semakin menunjukkan eksistensinya saat hujan.

Awan itu unik. Dia menetralisir segalanya. Dari manapun asal air yang ada – dari laut yang biru, sungai yang keruh, sampai selokan yang pekat – saat menguap dan terkondensasi menjadi awan, maka saat turun ke bumi air tersebut sudah ternetralisir.

Ya, itu menurut saya. Setuju atau tidak, saya juga berhak untuk berpendapat, bukan? Hahaha…
Apapun itu, selamat menjadi awan!!!

1 komentar: